Sumber : https://indocropcircles.wordpress.com/2015/04/22/terungkap-bumi-pernah-kiamat-enam-kali/

Terungkap, Bahwa Bumi Pernah “Kiamat” Sebanyak Enam Kali!

Dari hasil penelitian, adalah bukti
nyata dan merupakan petunjuk, bahwa pernah terjadi “kiamat’ di planet
Bumi ini pada masa lalu. Pada “kiamat” kali keenam, yaitu peristiwa
Capitanian telah terjadi 262 juta tahun lalu.
Selama 450 juta tahun, Bumi pernah mengalami “kiamat” atau kematian massal (extinction events)
selama 5 kali. Namun tunggu dulu, karena pengertian “kiamat” disini
bukanlah kiamat musnah sebenarnya, namun kiamat ketika banyak makhluk
hidup mati massal dan sangat mungkin termasuk manusia yang hanya tersisa
sedikit saja selama peristiwa-peristiwa tragis di Bumi ini.
Bisa
diperkirakan manusia hanya tersisa beberapa juta atau bahkan beberapa
ratus ribu jiwa, namun selalu berhasil beradaptasi dan bertahan atau survive, dan akhirnya berkembang biak kembali populasinya. Itulah yang dipahami selama ini.
Dalam publikasi di Geological Society of American Bulletin, ilmuwan mengatakan, ada satu lagi peristiwa yang bisa disebut kematian massal, yaitu peristiwa Capitanian yang terjadi 262 juta tahun lalu.
Dalam skala waktu geologi, Capitanian
adalah usia atau tahap Permian yang juga merupakan periode teratas atau
terakhir dari tiga sub-divisi dari seri pada era Guadalupian.
Capitanian berlangsung antara 265,1 ± 0,4
dan 259,8 ± 0,4 juta tahun lalu. Hal ini didahului oleh era Wordian dan
diikuti oleh era Wuchiapingian.
Sebuah peristiwa kepunahan massal yang signifikan (kepunahan periode Akhir-Capitanian) terjadi pada akhir tahap ini, yang dikaitkan dengan anoksia dan pengasaman atau acidification di lautan dan mungkin disebabkan oleh letusan gunung berapi yang menghasilkan daerah yang dinamakan Emeishan Traps.
Peristiwa kepunahan ini mungkin terkait dengan peristiwa kepunahan Permian-Triassic yang jauh lebih besar dan kemudian diikuti sekitar 10 juta tahun kemudian.
Penelitian di Pulau Spitsbergen, Norwegia
Dr. David Bond dari University of Hull
dan timnya melakukan penelitian di Spitsbergen, pulau pada jarak 890
kilometer (553 mil) dari daratan Norwegia yang banyak beruang kutubnya,
untuk membuktikan adanya “kiamat” keenam itu.
Berbekal peralatan berkemah dan senapan
untuk menjaga dan menakuti beruang kutub agar pergi, tim Dr Bond membuat
tiga perjalanan terpisah ke pulau itu pada tahun 2011-2013 di setiap
bulan Juli, ketika terjadi siang hari selama 24 jam dan cuaca lebih
memungkinkan untuk pekerjaan lapangan.
Pulau Spitsbergen, dahulu disebut Pulau
Spitsbergen Barat, adalah pulau terbesar di wilayah Svalbard seluas
37.673 km². Pulau ini ditemukan oleh Willem Barents dari Belanda pada
tahun 1596.
Willem Barents memberikan nama pulau ini Spitsbergen karena banyaknya puncak jagged yang tinggi. Puncak jagged tertinggi adalah Newtontoppen setinggi 1713 m dpl.
Di Pulau Spitsbergen, Bond dan rekannya meneliti Kapp Starostin Formation, yaitu berupa lapisan batuan setebal 400 meter yang berada beberapa lokasi Pulau Spitsbergen. Kapp Starostin Formation memberi petunjuk tentang kondisi 27 juta tahun dari masa Permian Tengah, masa ketika peristiwa Capitanian diduga terjadi.
Pertama, Bond harus memastikan terlebih
dahulu bahwa data dari lapisan batuan tersebut menunjukkan kesamaan
dengan data adanya peristiwa Capitanian yang diambil dari wilayah
tropis.

Kapp
Starostin Formation, yaitu berupa lapisan batuan setebal 400 meter di
pulau Spitsbergen, yang bisa memberi petunjuk tentang kondisi 27 juta
tahun sejak masa Permian Tengah.
Dengan menganalisis rasio isotop karbon
dan stronsium serta beragam logam dan polaritas magnetik, Bond berhasil
mengonfirmasi bahwa lapisan batuan tersebut menunjukkan korelasi dengan
lapisan batuan di wilayah tropis.
Kedua, Bond harus bisa menunjukkan adanya
penurunan populasi satwa tertentu secara drastis pada waktu terjadinya
kepunahan massal.
Bond pun menganalisis populasi moluska sejenis kerang yang disebut brachiopoda dan bivalvia.
Dia menunjukkan bahwa di lapisan Capitania, ternyata populasi brachiopoda mengalami penurunan hingga 87 persen!
Dari hasil penelitian itu, adalah bukti
nyata dan merupakan petunjuk, bahwa pernah terjadi kepunahan massal di
planet Bumi ini pada masa lalu.
Sementara itu, pada lapisan batuan yang lebih muda, brachiopoda kembali muncul. Namun pada pasca-kepunahan massal itu, jenis kerang bivalvia lebih mendominasi.
Menurut Bond, kepunahan massal pada kala itu terjadi karena erupsi dari Emeishan Traps, yang kini terletak di provinsi Sichuan, Tiongkok.

Fossil
Brachiopoda, sejenis kerang-kerangan dalam formasi batuan di
Spitsbergen, Norwegia, yang telah punah akibat “kematian massal” di Bumi
sekitar 260 juta tahun yang lalu.
Akibat Letusan Dahsyat “Emeishan Traps”
Emeishan Traps adalah sebuah
kawasan yang membentuk daerah yang banyak mengandung batu basalt
vulkanik atau disebut pula sebagai “daerah berbatuan beku yang luas” dan
berada di barat daya Cina yang berpusat di provinsi Sichuan.
Daerah ini kadang-kadang disebut sebagai “Daerah Berbatuan Beku Permian Emeishan” (Permian Emeishan Large Igneous Province) atau variasi dari istilah tersebut. Dinamakan sebagai Emeishan, berasal dari nama gunung “Emei” di provinsi Sichuan, Cina.
Seperti kawasan atau daerah vulkanik berdataran tinggi lainnya yang juga bernama akhiran “Traps”, Emeishan Traps
terdiri dari beberapa lapisan batuan beku yang terbentuk oleh letusan
gunung berapi yang sangat besar. Letusan yang sangat dahsyat itu
menghasilkan Emeishan Traps dimulai sekitar 260 juta tahun yang lalu.

Emeishan Traps seperti kawasan atau daerah vulkanik berdataran tinggi lainnya yang juga bernama akhiran “Traps”, (pic: giganticstatues.com)
“Trap” tipe ini berdataran tinggi karena
lapisan mantel Bumi terdorong ke atas dan dan abu vulkaniknya sampai ke
lapisan atmosfir Bumi. Selain Emeishan Traps di China, ada pula Siberian Traps di Russia dan Deccan Traps di India.
Pada masa lalu, erupsi dari Emeishan Traps
ini telah melepaskan banyak karbondioksida, dan membuat laut mengalami
pengasaman dan kekurangan oksigen yang berat dan efeknya membuat
kematian massal banyak makhluk hidup di Bumi.
Penelitian tentang peristiwa Capitanian sangat dibutuhkan karena sejak diketahui 20 tahun lalu, peristiwa Capitanian belum dikategorikan sebagai kematian massal.
Kemudian ada kematian massal yang lebih besar dan berpaut 12 juta tahun dari peristiwa Capitanian.
Peristiwa yang disebut Kiamat Permian Akhir itu memusnahkan 96 persen spesies di muka Bumi. Karena terpaut singkat, sering kali Captanian dan Permian Akhir dianggap satu.
Karena belum banyak diteliti dan minim bukti dampak karena peristiwa itu, maka Capitanian pada saat itu juga sering dianggap hanya kiamat regional, bukan global.
Dengan hasil penelitiannya ini, Bond yakin bahwa Capitanian merupakan peristiwa yang terpisah dengan masa Permian Akhir. Ia juga yakin bahwa peristiwa itu bisa dikatakan kematian massal yang global.
Meski demikian, tak semua setuju bahwa peristiwa Capitanian bisa dikatakan kiamat global. Salah satunya Matthew Clapham dari University of California di Santa Cruz.
“Hilangnya beberapa lusin spesies di
suatu daerah tak menjadikan sebuah peristiwa sebagai kematian massal,”
katanya seperti dikutip BBC, pada Selasa (21/4/2015) lalu.
Namun, Clapham mengakui bahwa hasil riset Bond menyuguhkan fakta yang
menarik di Spitsbergen pada ratusan juta tahun lalu. (BBC/ Wikipedia/ Kompas/ IndoCropCircles/ berbagai sumber).



Komentar
Posting Komentar